![]() |
Setiap dua jam, tiga perempuan mengalami kekerasan seksual kata Komnas Perempuan. |
#TrenSosial: Kasus meninggalnya seorang remaja usia 14 tahun di desa kecil di Bengkulu setelah diperkosa beramai-ramai menimbulkan kemarahan besar dan juga tuntutan hukuman mati terhadap tersangka pelaku.
Puluhan orang melakukan aksi dengan poster bertuliskan 'bunyikan tanda bahaya' di Monas Jakarta Rabu (04/05) sambil membunyikan apa pun sebagai bentuk protes terhadap pemerintah untuk melakukan tindakan memperberat hukuman terhadap pelaku pemerkosa.
Penyelidikan yang dilakukan polisi mengungkap Yuyun bin Yakin itu diperkosa oleh 14 pemuda hingga meninggal.
Melalui akun twitternya Presiden Joko Widodo juga mengungkap duka atas meninggalnya Yuyun, "Kita semua berduka atas kepergian YY yang tragis. Tangkap & hukum pelaku seberat-beratnya. Perempuan & anak2 harus dilindungi dari kekerasan."
Tuntutan agar tersangka pelaku "dihukum mati" dan dihukum berat banyak dilontarkan oleh para pengguna media sosial termasuk Facebook dan Twitter BBC Indonesia.
Lim Yong Kien, antara lain melalui Facebook BBC Indonesia, menulis, "Pak Presiden Joko Widodo realisasikan hukuman mati atas kasus perkosaan pak," sementara Aleeqa Queen mengatakan, "Saya benar-benar ... sangat berharap pemerintah bisa cepat-cepat merealisasikan "hukuman mati untuk pelaku yang terbukti melakukan tindak kejahatan/kekerasan seksual."
Sementara melalui Twitter BBC Indonesia, Erdy Wijaya menulis, "Hukuman mati tapi sebelumnya dipenjara setahun dan dipaksa kerja buat biayai proses hukuman matinya," dan Rusmini menulis, "Perlu tindakan yang tegas bagi pelaku biar ada efek jera."
Para aktivis yang melakukan aksi protes di Monas mengatakan kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah dalam tahap darurat.
Bagaimana dengan hukuman mati yang diserukan sejumlah pihak untuk pelaku pemerkosa?
![]() |
Yuyun ditemukan meninggal setelah diperkosa 14 pemuda. |
Setiap dua jam, tiga perempuan jadi korban kekerasan seksual
Wakil Ketua Komisi Nasional anti kekerasan terhadap perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, yang hadir dalam aksi di Jakarta mengatakan hukuman mati justru akan mengundang kekerasan baru.
"Kita semua marah pada kasus kekerasan seksual ini, kita murka, tapi jangan sampai memindahkan kekerasan dengan cara mengundang kekerasan baru dengan penghukuman yang tak manusiawi dan merendahkan martabat manusia termasuk hukuman mati," kata Yuni kepada BBC Indonesia.
"Hukuman yang pantas untuk pemerkosa ini, yang menjerat dan edukatif ... dan juga rehabilitasi kondisi sosial, dalam konteks apa pelaku melakukan," tambah Yuni.
Menurut catatan Komnas Perempuan, pada 2015, setiap dua jam sekali, tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual dengan 15 jenis kekerasan.
"Setidaknya ada15 jenis kekerasan seksual, apalagi sekarang ada cyber seksual. Namun UU yang ada hanya menyentuh tiga aspek pola perkosaan yang disimplikasi dengan penetrasi, pencabulan pada anak, dan pelecehan seksual yang dianggap sebagai perbuatan tidak menyenangkan padahal spektrum banyak sekali," kata Yuni.
"Ini wabah kekerasan terjadi di mana-mana. Harus ada terapi yang cukup serius yang dilakukan negara."
Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai salah satu RUU usulan DPR, dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2016.
RUU yang diupayakan Komnas Perempuan masuk prolegnas ini diharapkan dapat “membantu negara melakukan investigasi, menghukum dan merehabilitasi pelaku, serta memulihkan korban”.
www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/05/160504_trensosial_yuyun_eksekusi?ocid=socialflow_facebook
Không có nhận xét nào:
Đăng nhận xét